Jika digambarkan 2017 bagiku ibarat minum kopi campur makan
rujak. Semua rasa ada. Asem manis pedas segar bahkan pahitnya karena kopi juga
terasa. Ya begitulah dengan pengalaman rasa selama 365 hari yang kulalui.
Begitu kompleks.
Banyak rasa banyak suka duka. Kebermaknaan, kebahagiaan,
kepuasan bahkan kehilangan sesuatu yang berharga hingga rasa kecewa sekalipun
itu ada. Tahun ini aku mendapat beberapa tanggung jawab yang cukup berat tapi
di saat yang sama aku pun merasakan kehilangan yang cukup mendalam.
Satu hal yang aku maknai dari tahun ini adalah bagaimana aku
bisa belajar menerima. Ya belajar menerima. Belajar berdamai dengan ego kita.
Belajar mendewasa mencoba bermetamorfosa. Kita hidup di dunia nyata, bukan
dunia cinderella yang semua berjalan dengan sempurna.
Belajar menerima itu gampang-gampang susah. Kita bukan pasrah
dengan keadaan, tapi justru kita mencoba memaknai konsekuensi yang telah kita
pilih. Seringkali emosi membuat pikiran menjadi tidak jernih. Kuncinya
berlapang dada. Kita perlu membuka jendela pikiran kita bahwa dari banyak yang
diinginkan tak semuanya bisa berbuah manis.
Perlahan aku tersadar bahwa tak selamanya bisa menggenggam
apa yang sebelumnya telah kuraih. Namun setidaknya aku kembali berusaha bangkit
merajut mimpi-mimpiku. Aku pun tidak
lupa bahwa masih banyak kekurangan diri yang perlu diperbaiki. Bukan terus
menerus menyalahkan lingkungan karena ketidakidealan. Bukan juga berlarut dalam
kesedihan.
Lihatlah pencapaianmu yang lain, yang telah berbuah manis.
Hargai atas segala usahamu selama ini untuk bisa selangkah lebih maju dari
orang di sekitarmu. Berikan apresiasi terhadap diri sendiri. Itu penting
sekali. Aku bersyukur masih berada di lingkungan organisasi, masih banyak
kesempatan berkontribusi. Dan aku pun
sangat bersyukur tahun ini aku dikelilingi oleh sahabat-sahabat terbaik. Yang
hadir memberikan energi positif setiap hari. Bukan hanya datang kemudian pergi.
Terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dan menciptakan
pengalaman rasa di 2017. Jika kita terus mengejar kesempurnaan, sampai kapan
kita akan berhenti? Karena sejatinya kesempurnaan hanya milik Yang Maha
Sempurna. Jika kita mengharap semuanya sesuai rencana, maka sampai kapan kita
akan belajar menerima belajar berlapang dada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar