Senin, 06 Februari 2017

THE POWER OF INTEGRITY




Integritas merupakan prasyarat utama yang menentukan sukses atau gagalnya sebuah karir. Seringkali masalah kegagalan karir bukan karena individu tersebut minim prestasi ataupun tidak memiliki segudang pengalaman dalam bidang yang digeluti, melainkan rendahnya integritaslah yang menjadi penyebab. Realitas membuktikan sepintar apapun diri kita, tidak mungkin bernilai seandainya ditempuh dengan menghalalkan segala cara. Meskipun cerdas tetapi memiliki rekam jejak pernah melakukan plagiasi, maka jangan heran ketika banyak hambatan kepercayaan di lapangan karir nanti. Dan fakta berbicara sehebat apapun karya dan setinggi apapun jabatan yang telah dicapai, masa depannya pasti hancur jika diwarnai aksi korupsi. Begitupun dengan seorang pendakwah, kesuksesannya akan tertunda jika pesan yang disampaikan justru bermuatan provokasi. Fenomena di atas itu hanyalah sebuah gejala yang nampak dari awal kehancuran karir. Sesungguhnya akar permasalahannya bersumber pada integritas.
Penyebab utama dari realitas yang menggambarkan krisis integritas—yang bisa berakibat fatal terhadap karir—karena ada pandangan bahwa keberhasilan karir hanya ditentukan dari segi kompetensi dan kecerdasan akademik belaka. Tanpa melihat lebih jauh bahwa integritas begitu berharga. Akibatnya mereka mengenyampingkan unsur kejujuran dan kebenaran dalam mengambil keputusan. Selain itu, berkembang paradigma bahwa yang perlu membangun integritas hanyalah pemimpin. Di luar jabatan itu ditafsirkan bebas berperilaku apa saja, sekalipun menyimpang. Padahal pentingnya integritas tidak terikat dengan jabatan. Dan terakhir, ingin “instan” dalam mencapai target keberhasilan. Segala langkah ditempuhnya yang perlahan justru menghancurkan reputasinya.
Harapannya pemahaman kita bisa utuh terkait apa itu integritas dan bagaimana cara membangunnya serta menyadari betapa bernilainya sebuah integritas.
Integritas berasal dari bahasa Latin “integer” yang berarti utuh atau lengkap. Menurut KBBI, integritas didefinisikan sebagai sebuah mutu, sifat, atau keadaan yg menunjukkan kesatuan yg utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yg memancarkan kewibawaan; kejujuran. Berdasarkan pendekatan teori perkembangan moral kognitif (Kohlberg, 1984), integritas dimaknai sebagai loyalitas kepada prinsip dan nilai moral universal. Sedangkan lawan dari istilah integritas adalah hipocrisy (hipokrit atau munafik).
Sederhananya, ketika berbicara tentang integritas berarti berbicara tentang konsistensi yang utuh antara apa yang dia yakini dengan tindakan yang tercermin sehari-hari. Tapi nyatanya, menjaga keselarasan hal tersebut tidak semudah membalikkan telapak tangan. Itu merupakan soft skill tersendiri yang bisa membentuk kualitas diri positif seseorang dan membantu menjalani hidup yang lebih positif, mampu dipercaya dan konsisten.
Kita bisa lihat betapa luhurnya arti sebuah integritas dalam diri.  Untuk bisa mendapatkan itu semua hanya bisa dibayar dengan waktu dan ketahanan berproses lebih baik. Karena menjadi berintegritas itu bukan sebuah anugerah yang datang dengan tiba-tiba. Ia tidak diturunkan dari orang tua.
Maka, pembentukan integritas itu butuh direncanakan sematang mungkin. Semuanya berpeluang pada diri kita, bergantung pada bagaimana kita bertindak.
Langkah-langkah membangun integritas.
Menurut Andreas Harefa, integritas menjadi tiga kunci yang dapat diamati dan dibangun dengan cara; menunjukkan kejujuran, memenuhi komitmen dan berperilaku secara konsisten.

1.       Menunjukkan kejujuran.

Kita tahu betapa luhur arti jujur. Jujur tidak bisa ditukar oleh kekayaan dan jabatan. Orang yang jujur lebih tinggi kedudukannya ketimbang orang pandai yang sering berbohong. Sekali saja kita tidak jujur baik kepada diri sendiri ataupun oranglain maka kekecewaan lah yang harus siap diterima sebagai konsekuensi. Oleh karena itu, hindari kebohongan karena itu bisa meracuni hati, pikiran dan tindakan. Dan dengan mudah akan menuntut kita untuk menyimpang dari nilai-nilai kebenaran.

2.       Memenuhi komitmen.

Sebagai pribadi yang memiliki komitmen untuk membangun masyarakat menjadi lebih baik, maka seyogyanya nilai hidup itu harus tercermin dan diwujudkan dalam setiap tindakan. Kita perlu memegang erat sekaligus bertanggung jawab terhadap komitmen itu supaya menjadi kompas hidup yang siap mengarahkan pada jalan kebaikan. Jangan sampai kita sendiri yang malah berkhianat pada komitmen itu.

3.       Berperilaku secara konsisten.

Meminjam istilah dari Killinger (2007) “Integrity is doing the right thing for the right reason”. Melakukan hal yang benar untuk tujuan yang benar secara konsisten memang disadari penuh tantangan dan godaan yang besar. Seringkali, hal itu memengaruhi keputusan untuk memilih jalan pintas dan pada akhirnya menjerumuskan kita. Tak jarang dijumpai orang yang berusaha idealis digoda dengan kekayaan, kenikmatan dan jabatan akhirnya tergiur dan melanggar nilai yang sudah dipegang. Ia tidak lagi memandang penting kebermaknaan. Disinilah dibutuhkan peran analisis setiap keputusan untuk mengesampingkan pembenaran atau rasionalisasi tindakan salah. Jika kita ingin dikenal sukses sebagai komunikator yang berintegritas maka bentuklah keseluruhan pribadi kita secara utuh dan konsisten terhadap prinsip hidup kita. Karena integritas adalah kesetiaan terhadap yang benar. 
Terakhir, ada sebuah ungkapan yang menyatakan: tanpa integritas, motivasi menjadi berbahaya; tanpa motivasi, kapasitas menjadi tak berdaya; tanpa kapasitas, pemahaman menjadi terbatas; tanpa pemahaman, pengetahuan tidak ada artinya; tanpa pengetahuan, pengalaman menjadi buta.
Jika Islam rahmatan lil alamin dan nilai keseimbangan  adalah jalan yang kita yakini benar maka setia lah pada jalan itu. Jangan berpaling apalagi berniat untuk berkhianat. Karena kesetiaan kita pada jalan itulah yang akan mengantarkan pada surga-Nya.

Jadilah insan yang berintegritas karena itu adalah keniscayaan suksesnya para pencita-cita surga. Tanpanya, misi pembangunan masyarakat thoyyibah menjadi sia-sia. Teruslah bentuk integritas itu. Demi Illah. Demi organisasi. Demi kebenaran. Dan demi tegaknya Islam Rahmatan lil’alamin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar