Jika diamati
ternyata banyak tokoh populer disekitar kita yang masih diragukan
kredibilitasnya. Sebut saja Aa gym—Ustadz yang selalu mengesankan tidak
menyukai dan menyetujui praktik poligami—dalam waktu sekejap harus kehilangan
jamaahnya akibat kasus poligami. Ia harus menelan ludahnya sendiri dan menanggung
malu sebagai pelaku yang mempersunting 2 istri. Para pengagum Aa gym akhirnya
tidak lagi memercayai pesan dakwah yang disyiarkan. Senada dengan kasus Rhoma
Irama yang menilai bahwa poligami itu situasional, bukan termasuk cacat moral
agama atau politik. Argumentasinya sama sekali tidak mencerminkan seorang ustadz
bertitel haji. Pengikutnya pun merasa keberatan menerima kehadiran tokoh kondang
itu disekitar mereka. Belum lagi soal Anang yang bermodal nekad masuk dunia politik
tapi tidak mampu menjawab apa itu hak-hak DPR. Lantas, bagaimana rakyat bisa
percaya dengan kinerjanya.
Fenomena
kecil diatas menyadarkan bahwa ternyata orang yang memiliki popularitas belum
tentu memiliki kredibilitas. Padahal idealnya kedua variabel tersebut harus linier.
Sekalipun mereka sempat naik daun, tapi jika apa yang disampaikan jauh
bertentangan dengan perilakunya maka jelas siapapun juga akan sulit untuk
memercayainya. Belajar dari perjalanan hidup mereka yang reputasinya hancur ditengah
jalan, tentu membuat kita perlu menjunjung tinggi harga sebuah kredibilitas.
Kredibilitas merupakan
kombinasi antara kualitas, kapabilitas atau kekuatan yang dibentuk untuk
menimbulkan kepercayaan terhadap diri kita. Dikatakan percaya ketika seseorang atau kelompok tertentu mau
menyerahkan dan memberikan keyakinan mereka pada seseorang yang ditujunya. Semakin
rendah kredibilitas yang dimiliki, maka rendah pula kepercayaan orang lain
terhadap diri kita. Sebaliknya, semakin tinggi kredibilitas, maka meningkat
pula kepercayaan orang lain terhadap diri kita.
Memasuki interaksi
dalam dunia bisnis maupun sosial, kepercayaan menjadi suatu hal yang sangat
mahal nilainya. Ketika seseorang telah dipercaya di lingkungan kerja, maka
banyak hal akan berjalan dengan baik dan mudah. Kebijakan pemimpin akan ditaati
oleh bawahannya dan bahkan dijunjung tinggi karena merasa percaya itu benar. Namun
sebaliknya jika rasa percaya itu hilang, pasti dengan sendirinya secara
perlahan kesulitan akan datang. Yang diwujudkan oleh para bawahan adalah bentuk
kekecewaan dan pengkhianatan. Seorang konselor misalnya, ketika sang klien
tidak percaya akan keamanan rahasia masalahnya, maka ia harus bersiap
ditinggalkan satu per satu oleh klien tersebut. Demikian pula berlaku dalam
konteks pengusaha dan persahabatan. Kepercayaan bisa jadi sebagai modal utama.
Apapun bisnisnya, siapapun sahabat kita pasti membutuhkan yang namanya
kepercayaan. Karena sekali saja kita menghancurkan kepercayaan itu maka tidak
mudah untuk meraihnya lagi.
Kita bisa lihat betapa
luhurnya arti sebuah kepercayaan, betapa berharganya makna kredibilitas. Untuk bisa
mendapatkan itu semua hanya bisa dibayar dengan waktu dan konsistensi. Karena menjadi orang
kredibel itu bukan sebuah anugerah yang datang dengan tiba-tiba. Ia tidak
diturunkan dari orang tua dan tidak semudah membalikkan telapak tangan kita. Ada
beberapa orang yang bisa membangun tetapi kurang pandai dalam mempertahankan.
Maka proses menciptakan kredibilitas tidak berhenti pada membangun. Diperlukan
perjuangan agar sukses meraih itu secara utuh.
Pembentukan
kredibilitas itu butuh direncanakan sematang mungkin. Semuanya berpulang pada
diri kita, bergantung pada bagaimana kita bersikap terhadap orang lain. Ada 3
variabel yang bisa dibangun untuk menciptakan kredibilitas diri ini.
1.
Memperluas Pengetahuan
Dengan membuka cakrawala pengetahuan akan membuat kita menjadi orang yang
berilmu. Bekal ilmu itulah yang menjadi kunci orang lain memercayai diri kita.
Informasi tanpa ilmu hanya akan menjadi commonsense—kurang
berbobot dan rendah kredibilitasnya. Bayangkan,
jika seorang komunikator berdakwah tapi pesan yang disampaikan itu mengajak
orang dalam kesesatan karena ilmu yang kita digunakan itu salah. Bisa
dipastikan tidak ada jamaah yang mengikutinya. Untuk memperluas pengetahuan
bisa dengan memperbanyak bahan bacaan dan banyak silaturahmi (tidak membatasi
relasi) dari situ akhirnya kita bisa banyak bertukar pikiran—yang bisa jadi tidak
tercantum dalam buku bacaan. Terakhir, banyak mengamati realitas karena sesungguhnya realitas sosial sekitar kita
menyumbang banyak pengetahuan. Ketika kita banyak mengetahui, ini menjadi
langkah awal menarik kepercayaan orang lain.
2.
Mencetak keahlian
Ketika mendengar nama Ustadz Wijayanto apa yang kita persepsikan?
Jelas Ustadz Wijayanto terkenal sebagai penceramah yang humor cerdas. Isi
ceramahnya identik dengan muatan komedi yang kritis, sesuai dengan realitas
yang ada. Artinya dia sudah ahli menjadi pendakwah yang handal. Keahlian sesuai
bidang kita lah yang harus kita bentuk. Apapun minat, bakat dan jurusan yang
dipilih, kita harus manfaatkan 4 tahun kuliah untuk membangun kepercayaan pada
publik bahwa kita layak dan mampu dibidang itu.
3.
Memperkaya Pengalaman
Jangan sekali-kali kita memandang sebelah mata atau remeh sebuah pengalaman.
Memang pengalaman tidak 100% mencerminkan keahlian kita. Tapi setidaknya dengan
banyak pengalaman, jam terbang kita semakin tinggi dan ilmu kita pun akan terus
direpetisi. Percuma ilmu banyak tapi ketika tidak diaplikasi. Ingat ungkapan,
setajam-tajamnya pisau jika tidak diasah akan tumpul juga. Sehingga, jika kita
mau dipercaya kita wajib mencari banyak lahan aktualisasi agar ilmu kita
benar-benar teruji. Pengalaman mencoba menjadi hal paling berharga yang tidak
bisa dimiliki oleh semua orang, itulah yang menuntun kita menjadi lebih dewasa
dan dipercaya.
Kredibilitas
menjadi harga mati yang harus dibangun sejak dini. Tanpanya, karir kita tak
berguna dan bermakna. Jangan pernah
berpikir untuk menunda merencanakan kredibilitas diri kita karena itu sama
dengan sedang merencakan kegagalan karir di masa depan. Semoga dengan menyadari
pentingnya membangun kredibilitas dari sekarang, kita bisa menyosong karir yang
lebih gemilang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar