Minggu, 03 April 2016

PANDANGAN KU

Awal mula ku memandang dunia menjadi rata tak sempurna

        Saat memasuki kelas 5 SD, saat usia ku mulai beranjak masuk 11 tahun. Aku mulai merasakan gejala yang berbeda di pandangan ku. Dunia tak sejernih sebelumnya. Aku sering tak bisa mengenali orang dengan jelas dari jarak kejauhan. Aku mengira ini hanya perasaan ku semata, bukan menjadi problematika. Aku pun belum cukup berani untuk mengungkapkannya sejujurnya kepada ibunda.

         Suatu ketika di hari minggu, aku dan ibu jalan berdua pulang dari arah taman burung. Taman yang menjadi pusat keramaian saat weekend tiba. Tempat yang menyediakan berbagai kesenangan dunia. Saat sampai di jalan kompleks dengan rumah ku,
       Tiba tiba ibu berkata “De, ternyata rame yah di warung banyak orang yang lagi pada ngobrol”.
      Aku hanya mengangguk mengiyakan “oh iyah mah rame yah, emang ada siapa aja mah (?). Muncul pertanyaan yang mengherankan bagi ibu ku.
      “Itu loh ada mama Santi sama Aa Ai”. Jawab ibu meyakinkan.
      “Yang mana sih, Mah, emang itu mama santi yah? Tanya ku lagi memastikan karena belum melihat jelas sempurna.

       Saat itu, aku masih menjadi anak bungsu dan satu satunya anak yang tinggal dirumah bersama ayah dan ibu,  Karena kakak ku sejak kecil sudah tinggal di Kudus menemani nenek ku. Aku pun belum punya adik. Wajar, ibu memanggil ku ‘dede’ sebagai panggilan kesayangan dari nya.

      Seketika itu lah ibu ku heran dan mempertanyakan apa yang terjadi dengan penglihatan ku, kamu beneran gak keliatan de?? “lihat sih mah kalo disana ada orang tapi mukanya gak jelas jadi dede gak bisa mengenali betul siapa orang yang ada di warung sana, Cuma liat badannya gemuk kaya badannya Bapak Aldo. Aku memunculkan jawaban itu hanya berpijak dari pengalaman ku dalam mengingat orang dari fisiknya.  Padahal jarak nya tidak terlalu jauh antara warung dan perumahan. .
       
      Kejadian yang sama pun terjadi di sekolah tepatnya di ruang laboratorium computer SD ku. Kala itu sudah mulai ada kurikulum komputer. Pada hari rabu aku masih ingat betul jadwal pelajarannya, kebetulan jadwal saat itu menulis bukan praktek. Minggu ini menulis untuk bekal minggu depan dipraktekkan. Saat menulis aku benar-benar tidak melihat jelas apa tulisan yang ada di papan. Padahal aku sudah duduk paling depan diantara teman-teman ku yang selainnya. Saat itu duduknya lesehan. Akhirnya aku sampai memutuskan untuk berdiri melihat tulisannya. Lalu, apakah yang terjadi saat itu???

       Tiba tiba guru ku muncul dari belakang papan dan langsung menanyakan perilaku ku yang dianggapnya aneh. “Kamu ngapain kok berdiri segala ? emang gak keliatan ?” Tanya Bapak Subhan Salim selaku guru computer kelas 5c pada ku dengan tatapan ingin tau. “hmm iya pak kurang jelas”. jawab ku dengan gugup dan malu dihadapan teman-teman ku lainnya yang saat itu diam menyimak pembicaraan ku dengan pak guru.

      “Soalnya bapak perhatiin kamu sering maju maju kalo nulis padahal udah paling depan, dan kalo liat juga matanya kamu sipit sipitin” Tanya nya semakin jauh ingin tau. 
      “hmm iyah pak soalnya agak burem nah kalo matanya saya kecilin jadi lumayan jelas pak. jawab ku mencoba untuk menjelaskan. “Coba diperiksain khawatir itu gejala minus loh”.  saran dari beliau. Ternyata selama ini beliau diam diam tak hanya sekali seirng memperhatikan ku. Setelah itu beliau menanyakan apakah orang tua ku sudah mengetahui gejala ini ? aku bilang belum pak. 
\“yaudah segera bilang yang sesungguhnya dan minta ke orang tua untuk segera memeriksakan mata ke optic terdekat”.
sepulang sekolah aku mencari moment yang pas ketika ibu di warung dan sedang sepi tidak banyak pembeli. aku bercerita semua  kronologis yang telah terjadi tadi di labkom. Ibu ku cukup sedih mengetahui kondisi mata anaknya yang sudah tidak bisa menjangkau dari jarak kejauhan.

     Dan keesokan harinya atas sepengetahuan ayah ku, ibu mengajak ku untuk periksa ke optik terdekat. Alhasil setelah periksa ternyata hipotesa guru ku benar, mata ku tak lagi normal. Saat itu lah aku pulang dengan rasa sedih yang mendalam karena awal dari sini dan seterusnya aku tak bisa memandang indahnya dunia dengan jelas sempurna tanpa harus memakai kacamata.

Bisa dibilang ini hanya sebagian kecil bentuk ujian yang diberikan Allah kepada hambaNya. Dengan maksud, apakah aku sanggup melewati ini dengan tabah atau malah berniat untuk menyerah. Aku mencoba memutuskan untuk tetap tegar dengan apa yang sudah terjadi pada diriku. Menerima keadaan bukan sama dengan pasrah begitu saja. Melainkan mencoba memandang sebuah ujian dari sudut kacamata yang berbeda, pasti kau akan menemukan  misteri dibalik ujian yang diberikan.

Banyak hikmah yang bisa dipetik, aku menerima keadaan mata ku ini dengan bersyukur pada sang Maha Adil. Pasti Allah memiliki rencana yang lebih indah dibalik ini semua. Allah telah menyadarkan ku betapa pentingnya menjaga asset berharga dari Nya dengan cara terbaik Nya. 

3 komentar:

  1. Jangan syedih, ambil sisi positifnya. Kan jadi lbh keren dn istimewa pakai kacamata. Karna berbeda dr kebanyakn org hhe

    BalasHapus
  2. hehe iya sekarang udah gak sedih kok kan udah dapet petuah helikopter view.

    BalasHapus
  3. wkwk helikopter view ? Kayak gmn tuh petuahnya ?

    BalasHapus