Minggu, 03 April 2016

ASAM MANIS JUS JERUK

DEAR DIARY, 31 DESEMBER 2014  at 17.00 am

ASAM  MANIS  JUS  JERUK

-Setiap hari, selalu ada cerita dan pengalamanan baru yang rasanya ingin aku bagikan kepada siapa saja yang ingin mendengarkan-

Tepat pukul 17.00 saat menyusuri jalan raya yang tak begitu banyak debu, angin yg berhembus kencang sepoi-sepoi menghampiriku, aku lihat langit yang nampaknya agak kelabu.

Hai langit senja, apa kabar kau yang disana, apa kah warna mu tetap sama.? Apakah masih selembut dan sesendu dahulu.? Ketika kau menyapa wajah ku dengan gurat senyummu, aku tersipu malu.  Aku tau aku tak akan mampu mencapai ketinggian mu.

Inilah kisah ku di hari Rabu…J Check This Out. Guys !

Rasanya begitu senang setelah keluar dari sebuah tempat pengambilan uang. Aku menuju parkiran, menaikkan standar lalu menuntun sambil menuruni sepeda kesayangan ku yang berwarna dasar putih dengan balutan ungu mengkilap di bagian depannya. aku kembali menaiki sepeda ku dan berniat langsung pulang. Tetapi baru beberapa kayuhan ada yang mengalihkan kefokusanku, aku tergoda dengan berbagai makanan yang dijajakkan di pinggir jalan sekitar pasar. Awalnya aku ragu untuk berhenti dan memarkirkan sepeda ku di depan kios yang bertuliskan “Idola Jus” yang terletak tepat di perempatan Jl.Pucang Sawit. Namun, tanpa berpikir lama akhirnya aku memutuskan untuk berhenti karena mengingat sudah berhari-hari tak ada asupan gizi yang masuk dalam tubuh ini.

Tak pikir panjang aku turun dari sepeda sambil menurunkan standar yang ada di sisi sebelah kiri. Terlihat ada dua pembeli yang sedang berdiri seperti sedang mengantre. Aku pikir mungkin dia hanya memesan satu bungkus sehingga aku mengasumsikan tak perlu menunggu begitu lama. Aku langsung mendekat kepada sosok wanita penjual jus yang masih terbilang muda dan bergegas memesan apa yang aku inginkan sejak tadi.
“Mba, jus jeruk satu, ya” pinta aku kepada sang penjual jus yang hanya memakai kerudung biasa, hanya diselempangkan ke belakang dan mengenakan baju berwana merah gelap.
“Iya, Mba. Tunggu sebentar” Jawab perempuan itu tanpa berhenti melayani.
Aku memilih berdiri di samping kios kecil yang di apit oleh penjual martabak terang bulan dan penjual makanan lainnya. 

Aku memerhatikan dengan seksama, terlihat begitu gesit dan lincah penjual itu dalam meracik setiap buah yang ada, begitu sempurna indah potongannya. Nampak juga ia sedang membuka sebuah kaleng berukuran besar yang ternyata didalamnya berisi buah leci yang masih segar. Lalu, ia memasukkan beberapa sendok buah itu ke dalam blender.
hanya dalam hitungan menit, jus yang dipesan oleh pembeli sebelumnya sudah siap saji dan terbungkus rapi.

Begitu jenuh aku menunggu, aku pikir tak akan selama ini, begitu bodohnya aku menyia-nyiakan waktu, membiarkannya berlalu tanpa ragu..
“Perasaan aku deh yang pesan lebih dulu tapi mengapa lelaki yang mengenakan jaket hijau dan memegang helm ditangannya itu yang justru di layani lebih dulu dan sepertinya ia baru datang” gumam ku dalam hati sambil mengernyitkan dahi.

Aku tetap berdiri menatap sang penjual itu membelah alpukat dengan teknik yang sangat lihai, mengambilnya dengan sendok kemudian memasukkannya ke dalam mesin menghancur buah. Ku kira jus alpukat itu adalah pesanan terakhir eh ternyata masih ada dua pesananan lagi yang mau gak mau harus ku tunggu . 

Huft.
Entah semakin lama kebosanan ku meningkat hingga akhirnya aku balik badan dan lebih memilih duduk di atas sepeda ku. Untuk menghilangkan sejenak kebosanan, ku buka ponsel yang ada dalam saku. Saat asyik men-scroll up pembicaraan di salah satu group, tiba-tiba ada tetesan air yang jatuh dan mengenai layar ponsel ku. Ketika aku tadahkan tangan ku ternyata memang air dari atas langit, bukan dari cipratan es batu atau selainnya. Ya, memang gerimis.
Sampai butiran bening pun membasahi jalanan yang beraspal, belum jua pesanan ku tersajikan. Ahh ingin rasanya aku membatalkan.   

Setelah beberapa lama menunggu, akhirnya terlontar pertanyaan kepada ku.
“Tadi mba nya pesen apa ?” Tanya perempuan itu yang ku duga lupa dengan pesananku
“Jus jeruk 1, Mba” jawab aku sambil turun dan mendekati penjualnya.
“Habis ini (sambil menunjuk blender) mba nya jus jeruk satu” terdengar percakapan seorang istri dengan suaminya yang tengah menghancurkan es batu. Setelah pembicaraan itu selesai, sang istri meninggalkan tempat semula lalu menggendong anaknya yang terlihat sedang merajuk. 

Akhirnya sang suami yang terlihat belum begitu tua itu menggantikan posisi sang istri tadi. Lalu, mengambil 4 potongan buah jeruk yang terlihat sangat segar.
Inilah pertanyaan yang aku nantikan ketika pesananku dibuatkan.  
“Manis?” Tanya seorang laki-laki yang berambut lebat dengan memakai baju batik merah marun  kepada ku sambil menuangkan beberapa sendok makan gula pasir.
“Iya” jawab aku dengan singkat
“Kasih susu yah?” Tanya nya lagi sambil menuangkan susu kental manis kedalam blender yang sudah berisi perasan jeruk segar.
“eee….hh iyah” sahut aku seadanya terpaksa. Inginku sebenarnya tak usah ditambah susu lagi tapi apalah daya belum jua aku menjawab sudah langsung dituangkan susunya.
“Biasanya orang Bandung gak suka manis…karena udah manis hehe” Lanjutnya tanpa aku tau apa maksudnya.

-krik krik krik’-     Hening seketika tanpa dialektika.

aku mencoba mencerna maksud dari kata-katanya
tak lama kemudian aku menjawab, “Saya bukan orang Bandung”
“Oh, kirain orang Bandung Mba. Trus asli mana” jawab ia yang mencoba melanjutkan percakapan agar tak terlihat malu karna salah menebak. Tak mengerti apa yang membuat nya menyimpulkan aku seperti orang Bandung,
“Asli Tangerang” balas aku dengan malas.
“Kerja dimana” Tanya nya untuk kesekian kali sambil memasukkan es batu yang telah dihancurkan ke dalam jus yang sedang di blender. 

Entah dari sudut pandang mana ia melihatnya hingga mengira aku sudah mencari nafkah.
Huuuhhh, aku mencoba menghela nafas panjang lalu menjawab “saya kuliah” dan berharap tak ada pertanyaan lanjutan,
Tanpa jeda, ia langsung menyambar dan melontarkan pertanyaannya “Kuliah dimana?”
“Di Juwingan” untuk kesekian kali aku terpaksa menjawab serentetan kuis darinya.
“Oh deket yah disitu” sambil menunjuk kearah barat.
“Iya” jawabku berharap bisa menutupi percakapan. Aku mencoba mengalihkan dengan menanyakan harga jus yang aku pesan padahal belum selesai proses penghalusan es batunya.
“Berapa jadinya” Tanya ku dengan datar.
“Lima puluh ribu rupiah” balasnya dengan mencoba melucu, agar tidak kaku.
Aku tak lagi menghiraukan jawabannya dan langsung membayar dengan uang lima ribu rupiah.

Semakin lama malah semakin berserial percakapannya.
“Oh, sudah lama disini” sambil menuangkan seposri jus yang aku pesan ke dalam plastic.
“hmm baru setengah tahun” berharap ini jawaban terakhir dari ku.
“Oh, baru setengah hari ya hehe” sambil melucu dan menyerahkan pesananku yang setelah sekian lama akhirnya selesai.

Aku mengabaikan apa yang ku dengar dan langsung mengambil bungkusan itu lalu memutar arah sepeda ku tanpa menghiraukan lagi meski butiran bening yang jatuh semakin banyak dan langit semakin petang aku ingin cepat pulang.
Entah ku sebut apa pengalaman ku ini, unik atau menarik (?) terlepas dari itu inilah pengalaman ku. Mana pengalaman mu (?)

Surabaya

By: Niam J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar