DEAR DIARY, 31 DESEMBER 2014 at 17.00 am
ASAM MANIS JUS JERUK
-Setiap
hari, selalu ada cerita dan pengalamanan baru yang rasanya ingin aku bagikan
kepada siapa saja yang ingin mendengarkan-
Tepat
pukul 17.00 saat menyusuri jalan raya yang tak begitu banyak debu, angin yg berhembus
kencang sepoi-sepoi menghampiriku, aku lihat langit yang nampaknya agak kelabu.
Hai
langit senja, apa kabar kau yang disana, apa kah warna mu tetap sama.? Apakah masih
selembut dan sesendu dahulu.? Ketika kau menyapa wajah ku dengan gurat senyummu,
aku tersipu malu. Aku tau aku tak akan
mampu mencapai ketinggian mu.
Inilah
kisah ku di hari Rabu…J
Check This Out. Guys !
Rasanya
begitu senang setelah keluar dari sebuah tempat pengambilan uang. Aku menuju
parkiran, menaikkan standar lalu menuntun sambil menuruni sepeda kesayangan ku
yang berwarna dasar putih dengan balutan ungu mengkilap di bagian depannya. aku
kembali menaiki sepeda ku dan berniat langsung pulang. Tetapi baru beberapa
kayuhan ada yang mengalihkan kefokusanku, aku tergoda dengan berbagai makanan
yang dijajakkan di pinggir jalan sekitar pasar. Awalnya aku ragu untuk berhenti
dan memarkirkan sepeda ku di depan kios yang bertuliskan “Idola Jus” yang
terletak tepat di perempatan Jl.Pucang Sawit. Namun, tanpa berpikir lama akhirnya
aku memutuskan untuk berhenti karena mengingat sudah berhari-hari tak ada
asupan gizi yang masuk dalam tubuh ini.
Tak
pikir panjang aku turun dari sepeda sambil menurunkan standar yang ada di sisi
sebelah kiri. Terlihat ada dua pembeli yang sedang berdiri seperti sedang mengantre. Aku
pikir mungkin dia hanya memesan satu bungkus sehingga aku mengasumsikan tak
perlu menunggu begitu lama. Aku langsung mendekat kepada sosok wanita penjual
jus yang masih terbilang muda dan bergegas memesan apa yang aku inginkan sejak
tadi.
“Mba,
jus jeruk satu, ya” pinta aku kepada sang penjual jus yang hanya memakai kerudung
biasa, hanya diselempangkan ke belakang dan mengenakan baju berwana merah gelap.
“Iya,
Mba. Tunggu sebentar” Jawab perempuan itu tanpa berhenti melayani.
Aku
memilih berdiri di samping kios kecil yang di apit oleh penjual martabak terang
bulan dan penjual makanan lainnya.
Aku memerhatikan dengan seksama, terlihat begitu
gesit dan lincah penjual itu dalam meracik setiap buah yang ada, begitu sempurna
indah potongannya. Nampak juga ia sedang membuka sebuah kaleng berukuran besar
yang ternyata didalamnya berisi buah leci yang masih segar. Lalu, ia memasukkan
beberapa sendok buah itu ke dalam blender.
hanya
dalam hitungan menit, jus yang dipesan oleh pembeli sebelumnya sudah siap saji
dan terbungkus rapi.
Begitu
jenuh aku menunggu, aku pikir tak akan selama ini, begitu bodohnya aku
menyia-nyiakan waktu, membiarkannya berlalu tanpa ragu..
“Perasaan
aku deh yang pesan lebih dulu tapi mengapa lelaki yang mengenakan jaket hijau
dan memegang helm ditangannya itu yang justru di layani lebih dulu dan
sepertinya ia baru datang” gumam ku dalam hati sambil mengernyitkan dahi.
Aku
tetap berdiri menatap sang penjual itu membelah alpukat dengan teknik yang sangat
lihai, mengambilnya dengan sendok kemudian memasukkannya ke dalam mesin menghancur
buah. Ku kira jus alpukat itu adalah pesanan terakhir eh ternyata masih ada dua
pesananan lagi yang mau gak mau harus ku tunggu .
Huft.
Entah
semakin lama kebosanan ku meningkat hingga akhirnya aku balik badan dan lebih memilih
duduk di atas sepeda ku. Untuk menghilangkan sejenak kebosanan, ku buka ponsel
yang ada dalam saku. Saat asyik men-scroll
up pembicaraan di salah satu group, tiba-tiba ada tetesan air yang jatuh
dan mengenai layar ponsel ku. Ketika aku tadahkan tangan ku ternyata memang air
dari atas langit, bukan dari cipratan es batu atau selainnya. Ya, memang gerimis.
Sampai
butiran bening pun membasahi jalanan yang beraspal, belum jua pesanan ku
tersajikan. Ahh ingin rasanya aku membatalkan.
Setelah
beberapa lama menunggu, akhirnya terlontar pertanyaan kepada ku.
“Tadi
mba nya pesen apa ?” Tanya perempuan itu yang ku duga lupa dengan pesananku
“Jus
jeruk 1, Mba” jawab aku sambil turun dan mendekati penjualnya.
“Habis
ini (sambil menunjuk blender) mba nya jus jeruk satu” terdengar percakapan
seorang istri dengan suaminya yang tengah menghancurkan es batu. Setelah
pembicaraan itu selesai, sang istri meninggalkan tempat semula lalu menggendong
anaknya yang terlihat sedang merajuk.
Akhirnya sang suami yang terlihat belum begitu tua itu menggantikan posisi sang istri tadi. Lalu, mengambil 4 potongan buah
jeruk yang terlihat sangat segar.
Inilah pertanyaan yang aku nantikan ketika pesananku dibuatkan.
“Manis?”
Tanya seorang laki-laki yang berambut lebat dengan memakai baju batik merah
marun kepada ku sambil menuangkan
beberapa sendok makan gula pasir.
“Iya”
jawab aku dengan singkat
“Kasih
susu yah?” Tanya nya lagi sambil menuangkan susu kental manis kedalam blender
yang sudah berisi perasan jeruk segar.
“eee….hh
iyah” sahut aku seadanya terpaksa. Inginku sebenarnya tak usah ditambah susu lagi
tapi apalah daya belum jua aku menjawab sudah langsung dituangkan susunya.
“Biasanya
orang Bandung gak suka manis…karena udah manis hehe” Lanjutnya tanpa aku tau
apa maksudnya.
-krik
krik krik’- Hening seketika tanpa dialektika.
aku
mencoba mencerna maksud dari kata-katanya
tak
lama kemudian aku menjawab, “Saya bukan orang Bandung”
“Oh,
kirain orang Bandung Mba. Trus asli mana” jawab ia yang mencoba melanjutkan
percakapan agar tak terlihat malu karna salah menebak. Tak mengerti apa yang
membuat nya menyimpulkan aku seperti orang Bandung,
“Asli
Tangerang” balas aku dengan malas.
“Kerja
dimana” Tanya nya untuk kesekian kali sambil memasukkan es batu yang telah
dihancurkan ke dalam jus yang sedang di blender.
Entah dari sudut pandang mana
ia melihatnya hingga mengira aku sudah mencari nafkah.
Huuuhhh,
aku mencoba menghela nafas panjang lalu menjawab “saya kuliah” dan berharap tak
ada pertanyaan lanjutan,
Tanpa
jeda, ia langsung menyambar dan melontarkan pertanyaannya “Kuliah dimana?”
“Di Juwingan” untuk kesekian kali aku terpaksa menjawab serentetan kuis darinya.
“Oh
deket yah disitu” sambil menunjuk kearah barat.
“Iya”
jawabku berharap bisa menutupi percakapan. Aku mencoba mengalihkan dengan
menanyakan harga jus yang aku pesan padahal belum selesai proses penghalusan es
batunya.
“Berapa
jadinya” Tanya ku dengan datar.
“Lima
puluh ribu rupiah” balasnya dengan mencoba melucu, agar tidak kaku.
Aku
tak lagi menghiraukan jawabannya dan langsung membayar dengan uang lima ribu
rupiah.
Semakin
lama malah semakin berserial percakapannya.
“Oh,
sudah lama disini” sambil menuangkan seposri jus yang aku pesan ke dalam
plastic.
“hmm
baru setengah tahun” berharap ini jawaban terakhir dari ku.
“Oh,
baru setengah hari ya hehe” sambil melucu dan menyerahkan pesananku yang
setelah sekian lama akhirnya selesai.
Aku
mengabaikan apa yang ku dengar dan langsung mengambil bungkusan itu lalu memutar arah sepeda ku
tanpa menghiraukan lagi meski butiran bening yang jatuh semakin banyak dan langit
semakin petang aku ingin cepat pulang.
Entah
ku sebut apa pengalaman ku ini, unik atau menarik (?) terlepas dari itu inilah
pengalaman ku. Mana pengalaman mu (?)
Surabaya
By: Niam J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar